Sabtu, 22 Maret 2014

Cannibal Link (Part 2)

Sesampainya di tempat acara...
"Hai, Sella!" sapaku kepada saudara sepupuku yang bernama Sella, Kim Rasella Yoong-Ah. Yup, benar sekali! Sella lahir di Seoul, Korea Selatan. Mamanya yang asli sana, tetapi papanya asli Indonesia. Walaupun begitu, ia sangat fasih dalam berbahasa Indonesia, Korea, Inggris, Jepang, Mandarin, dan Perancis. Sungguh luar biasa! "Huh!" Sella pun pergi meninggalkanku. Ia lebih memilih bersama saudara sepupuku yang lainnya, seperti; Riska, Mayra, Putri, Indah, Angel, dan Olivia. Aku sangat sedih. Aku coba menghampiri para sepupuku. "Hai!" sapaku mencoba tersenyum, walau di hati sangat sakit. Mereka semua hanya mengibaskan rambut, melipat tangan, lalu pergi dengan wajah kesal - tentunya padaku. Aku menundukkan kepala dan tak sadar bulir-bulir air mataku jatuh ke lantai. Aku tak boleh menangis! Aku harus tegar! Ayolah Cherryl, kamu pasti tabah dan kuat! Jangan jadi anak cengeng! kataku dalam hati. Lalu, aku mendongakkan kepala dan membusungkan dada. Aku berjalan perlahan melewati sepupu-sepupuku yang sedang bersenda gurau dengan riang gembira. "Haaah..., aku rindu masa-masa itu...," ucapku sedih. Aku terus berjalan sehingga tak menyadari bila aku menabrak seseorang. "Eh, maaf..." Aku membantu anak perempuan yang sebaya denganku itu. Ia terjatuh. "Iya, tak apa," jawabnya tersenyum sembari membersihkan tangannya. "Sekali lagi, maaf ya..." ujarku lagi. Dia mengangguk. "Cherryl." Aku mengulurkan tangan. "Cecillia. Amora Cecillia Wellington," katanya memperkenalkan diri. "Oh ya, kamu termasuk keluarga ini, ya?" tanyaku gugup. Aku malu harus bertanya seperti itu padanya. "Iya." "Oooh... Berarti, kita sepupu, dong!" seruku tak terlalu keras. Ia tersenyum, lalu menganggukkan kepala dengan pelan. "Eh iya. Cher, makan, yuk!" ajaknya dengan sebuah piring di tangannya. "Maaf, tapi tadi pagi aku sudah sarapan," tolakku halus. "Pagi? Ini sudah pukul dua belas. Apa kamu masih berkata ini pagi? Pasti kamu sudah lapar, karena aku mendengar perutmu berbunyi terus. Hahaha!" tawanya. "Hah?! Pukul 12.00?! Cepat sekali!" seruku. Ia tersenyum geli, sedangkan aku tersenyum malu karena Cecil mendengar bunyi perutku. "Baiklah, aku ikut makan," putusku akhirnya.

Tiba-tiba, ada seseorang yang hampir menabrakku. Sling! Orang itupun melayang di udara. Aku melihat ke belakang.... dan, astaga! CECILLIA YANG MENERBANGKAN LELAKI ITU?! "Cecil?!" jeritku tertahan. Seketika juga tenggorokanku kering sehingga aku tak bisa berkata apapun. Aku menelan ludah, lalu berkata, "Lepaskan ia, Cecil!" Cecillia pun melepaskan orang yang melayang bebas itu. "Maafkan sepupuku, Om. Ia tak sengaja," ucapku meminta maaf. Aku melihat lelaki itu seperti orang kelaparan dengan lidah yang menjulur kemana-mana setelah melihatku. "Maaf, ada apa ya, Om?" tanyaku memberanikan diri. Ia terdiam, lalu berlari menjauh. Kemudian, aku bertanya pada Cecil, tentang apa yang ia lakukan barusan. Aku mendekat ke Cecillia. Setelah beberapa centimeter dengannya, aku menghentikan langkahku. "Cecil...," ucapku. Aku menahan sebentar ucapanku, lalu menarik napas panjang dan menelan ludah, dan kemudian melanjutkannya lagi. "Cecil..., kamu...apa yang kamu lakukan tadi?" tanyaku tergagap. Aku tak sanggup memarahinya. Aku melihatnya dengan tatapan cemas. Mungkin, ia mempunyai semacam kekuatan... atau malah, sihir? Tapi kurasa mustahil. Zaman sekarang ada begituan, tak mungkin! "Ak...aku... aku... aku menggunakan kekuatan sihirku, Cherryl...," jawabnya menunduk. "A..a..ap..apa?! Kekuatan sihir?" Aku menelan ludah berkali-kali. Mungkinkah ia menyihirku dengan kekuatan sihirnya sekarang, menit ini, detik ini? Kurasa tak mungkin. Ia sangat baik. "Iya... Sebenarnya..., aku mempunyai kekuatan sihir yang turun temurun dari nenekku." Ucapannya terpotong olehku. "Tunggu. Apa kau bilang? Turun-temurun dari nenekmu? Nenekku juga, bukan?" potongku. Ia mengangguk. Aku terperangah. Kalau dari nenekku juga, berarti, aku juga mempunyai kekuatan sihir, dong? Karena aku penasaran, aku menyuruh Cecil untuk melanjutkan ceritanya. "Lanjutkan, Cecil." "Sihirku itu hanya dapat digunakan untuk kebaikan saja. Kejahatan tidak akan berfungsi. Dulu, aku juga tak percaya aku punya sihir. Tapi, memang ini kenyataan. Waktu aku kecil, aku sering bermain. Aku berpura-pura menjadi penyihir baik. Lalu, aku mencoba untuk membayangkan bila aku mempunyai kekuatan sihir yang dapat membuat kebaikan di dunia ini sehingga kejahatan tidak diperlakukan semena-mena. Tanpa sengaja, aku pernah mencoba mengarahkan tanganku ke kursi kayu di dekatku. Aku memejamkan mata, dan menaikkan tanganku dengan sangat perlahan. Saat aku membuka mata, aku melihat kejadian yang sangat menakjubkan. Kursi kayu itu terangkat bersamaan dengan tanganku yang mengarah pada benda mati itu. Kursi itu melayang! Terbang! Lalu, kujatuhkan tanganku, dan kursi itupun jatuh. Aku mencoba dengan benda disekitarnya. Apa itu memang benar-benar terjadi, atau hanya dalam khayalanku saja. Aku mencoba mengangkat meja yang lumayan berat dengan tanganku. Saat mengangkatnya, aku merasakan ada beban di tanganku sehingga tanganku terasa sangat berat. Aku menaikkan perlahan dan perlahan. Dan, aku melihat meja itu melayang juga! Sampai, akhirnya aku mencoba semua barang di dekatku, dan semua melayang dengan sempurna. Aku tak menyangka mempunyai kekuatan. Lalu, aku berlari untuk menemui mamaku. Aku memperlihatkan sihirku, dan berhasil. Mamaku tersenyum dan berkata bahwa beliau juga memiliki kekuatan yang sama denganku. Beliau mencoba mengangkat ranjang di kamar beliau. Dan, ranjang itu terangkat dengan mudahnya! Beliau juga berkata bahwa aku harus memperlakukan sihirku dengan sebaik-baiknya dan untuk kebaikan. Semenjak itu, aku terus mencoba dan mengembangkan ilmu sihirku dengan mamaku sendiri. Sekarang, aku sudah menguasai banyak ilmu sihir kebaikan. Aku merasa sangat senang dapat membantu banyak orang menggunakan sihirku ini," jelasnya panjang lebar dengan mengambil napas sesekali. Sekarang, ia terlihat ngos-ngosan karena berbicara dengan panjang lebar. Aku mendengarkannya dengan antusias. "Syukurlah sihirmu hanya berfungsi untuk kebaikan saja. Kukira, kamu juga bisa menerkamku. Hehehe," ujarku cengengesan. "Kalau begitu, aku pasti juga punya kekuatan sihir, dong, Cecil? Katamu kan, dari nenek. Dan, nenekmu itu juga nenekku," tanyaku linglung. Ia mengangkat kedua bahunya. "Entahlah. Coba saja," ujarnya. "Tapi, aku takut. Bagaimana bila tak berhasil dan aku akan mengacaukan acara ini?" tanyaku takut dan khawatir. "Tak apa. Coba saja. Pasti kamu bisa. Nothing is impossible. Ingat itu!" dukung Cecillia. Aku sangat senang mempunyai sepupu dan sahabat seperti dia. Baik, cantik, pintar, dan perhatian. "Memang, aku tidak terlihat aneh nantinya?" tanyaku memastikan kepada orang yang sudah berpengalaman. "Mungkin sih iya. Tapi, jangan malu. Tetap mencoba dan berusaha, oke?" ujarnya menyemangatiku lagi. "Oke deh. Terima kasih telah mengembalikan semangatku, ya..." "Sip, sama-sama, Cherryl cantik!" Cecillia mencubit pelan pipi gembulku itu. Aku menarik napas panjang, lalu mengulurkan tangan, dan mengarahkannya pada sebuah kertas di bangku kosong. Tentu saja! Aku mencobanya dengan benda yang ringan-ringan dulu dan mudah diterbangkan. Kalau langsung yang berat, bisa-bisa aku depresi, nih! Hahaha, bercanda. "Jangan lupa, konsentrasi terhadap benda yang dituju. Pusatkan pikiranmu terhadap kertas itu. Jangan mudah terpengaruh dengan suara-suara atau penglihatan lainnya. Pokoknya, fokus saja ke kertas itu. Bayangkan itu kertas ujian atau titik hitam," ingat Cecillia. "Oke, sip." Aku terus berkonsentrasi dan menggerak-gerakkan tanganku ke kertas tersebut. Namun, pandanganku buyar seketika. "Haaahh! Aku tidak bisa! Aku tak bisa melakukannya! Aku menyerah!" jeritku kesal. "Cherryl... Cherryl! Ayo dong, semangat! Jangan mudah putus asa, ya? Kalau kita gagal, coba lagi. Gagal, coba lagi. Begitu seterusnya. Ingat Cherryl, nothing is impossible. Semua tidak ada yang mustahil bila kita melakukannya dengan sungguh-sungguh," ujar Cecillia menyemangatiku lagi. Aku menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. "Hhhh... Baiklah, cecil. Dukunganmu selalu membantuku." Dia pun tersenyum padaku. Aku kembali melakukannya. Tetapi, kali ini aku tidak berkonsentrasi penuh karena aku sudah kesal. Tiba-tiba saja, kertas itu terkena cahaya seperti aura apa gitu. Dan...dan... KERTAS ITU MELAYANG! TERBANG! Dan... TANGANKU YANG MELAKUKANNYA! Sihir yang hebat! Luar biasa! "Cecil! Cecilliaaaa! Aku... AKU BERHASIIIILLL..!!!" jeritku keras. Orang-orang disekitar kami bertepuk tangan, kecuali para sepupuku yang lainnya. Mereka hanya pergi menjauh dariku. Walaupun begitu, aku tetap senang karena aku bisa melakukan sihir! Nenek benar-benar hebat! Menakjubkan! Aku mencoba mengangkat kursi, lalu meja. Dan, semua itu berhasil kulakukan sendiri! Yeay! "Terima kasih, Cecillia! Kamu benar-benar sahabat dan sepupu yang baik!" jeritku seraya memeluk Cecillia erat-erat. "Terima kasih kembali, Cherryl..." Ia pun menyambut pelukanku dengan baik.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya kami bertiga sampai rumah juga. Aku masuk kamar, dan menutupnya dengan cepat. Aku sudah sangat gerah sekarang. Pakaianku ini membuatku sesak nafas. Tetapi, aku sangat senang karena dapat melakukan sihir. Itu semua berkat Cecillia. Aku terus memakai sihir untuk kebaikan. Dan, aku selalu belajar sihir lainnya dengan Cecillia dan mamanya. Mengembangkan bakat bersama dengan orang-orang yang berpengalaman sangatlah asyik, seru, dan begitu tidak membosankan.

Esok hari tiba...
Sekarang tanggal 18 April 2020. Tepat hari ini adalah hari ulang tahunku, dimana kebahagiaan yang seharusnya kudapatkan sekarang. Setelah aku membuka mata, tak ada yang kudapatkan. Ucapan, kasih sayang keluarga, kado, apapun itu, tak ada. Hanya keheningan yang mendalam kurasakan. Sepi sunyi seperi tinggal di rumah berhantu. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Oh iya, aku lupa! Nanti kan, Christine datang! Pasti begitu menyenangkan! Aku masuk ke kamar mandi, dan bergegas mandi. Byur! Byur! Cipratan air terdengar begitu keras. Sekitar 7-10 menit kemudian, aku keluar kamar mandi dengan segar. Aku mulai mengobrak-anrik almari pakaianku. Astaga! Kenapa aku bisa lupa? Sekarang zaman modern, Cherryl! Tahun 2020! Tahun yang seharusnya banyak orang Indonesia mengeluarkan barang-barang ciptaan yang canggih. Seperti almariku, salah satunya. Aku menekan tombol On pada almariku, dan aku meminta pakaian dengan lisan. "Baby doll berwarna oranye, rompi ungu, dan celana jeans biru dongker," pintaku kepada almari. "Segera siap!" sahut almari canggihku itu. Sementara menunggu almari itu menyiapkan permintaanku, aku beralih ke meja riasku. Aku mengambil roll rambut dan mulau me-roll rambutku yang lurus sepinggang. Jujur, aku tidak begitu suka dengan tampilan rambutku ini. Lurus, seperti anak culun habis disalon. Maka dari itu, aku sering me-roll rambutku agar terlihat agak bergelombang. Rambut dengan warna cokelat keemasan ini begitu indah. Cukup cocok dengan tubuhku yang medium ini. Tepat bersamaan dengan pakaian pesananku yang disiapkan oleh almari, aku selesai me-roll rambutku.

Aku pun menaruh roll rambut di tempat yang seharusnya, dan menghampiri almari super canggih buatan bangsa Indonesia itu. Tak lupa, aku mengucapkan terima kasih pada almari karena telah menolongku mencarikan pakaian yang kuminta. Aku segera memakai pakaian imut itu. Selesai berpakaian, aku mendekati meja rias, dan mulai menyisir rambut yang habis ku-roll itu. Sebenarnya, kalau aku boleh jujur, aku sangat benci yang namanya berdandan. Mungkin, aku hanya me-roll rambut saja. Tidak sampai pakai lipstik, bedak terlalu tebal, eye shadow, lip gloss, dan lain sebagainya. Kalau bedak, mungkin aku pernah pakai, tapi tipis saja. "Hmm... Perfect!" gumamku dengan senyum tersungging manis di bibirku.

Lalu, aku turun ke bawah. "Hai, kak Chilva!" sapaku. Kak Chilva terus asyik menatap layar televisi. Aku berusaha sabar. Aku menghampiri kak Chilva. "Nonton apa sih, kak? Sudah sarapan belum?" tanyaku. Kak Chilva hanya diam dan terus menonton televisi tanpa melihatku sedikitpun. "Kakak kenapa, sih?!" teriakku mulai kesal. Aku sedih karena harus dicuekkin begitu sama kakakku sendiri yang biasanya manis dan baik. Kak Chilva segera mematikan TV, lalu menyandang tas selempangnya dan pergi begitu saja keluar rumah. "Kak! Kak! Kakak mau kemana?" Aku terus berteriak berlari mengejar kak Chilva. Tetapi sudah terlambat. Kak Chilva sudah berlari ke simpangan lain yang cukup jauh dari rumahku. Aku hanya pasrah dan kembali ke rumah untuk menunggu kedatangan Christine. Bersamaan dengan itu, handphone-ku berbunyi. "Ya, halo?" ujarku memulai percakapan. "Halo!" balasnya kasar dari seberang. "Christine? Mengapa kamu kasar terhadapku?" tanyaku bingung. "Tak apa. Oh iya Cher. Sorry ya, aku nggak jadi ke rumahmu. Aku ada acara hari ini," katanya tiba-tiba. "Loh? Katanya hari ini kamu free. Kamu berbohong padaku?" "Nggak tahu, deh. Ya udah ya, bye, Cherryl!" Tiba-tiba saja sambungan telepon terputus. "Halo? Halo, Chris?" "Yaah... Dimatikan deh... Memang, ada apa sih, sebenarnya?" Aku sangat sedih. Aku terbaring di sofa ruang keluarga, dan menangis. Aku menangis sampai dua jam penuh. Tiba-tiba, Kling Kling! Handphone-ku berbunyi lagi. Itu adalah SMS dari Christine.

Monday, 18th April 2020 - Sunny Day!

Hei, Cherryl! Kamu datang saja ke rumahku! Kita akan kerja kelompok di rumahku. Kamu mau tidak? Tapi, kamu harus datang, kalau tidak, aku tidak punya waktu lagi untuk kerja kelompok denganmu! Cepat datang atau waktumu akan habis!

From: Christine Levinia Angelica

Maksudnya apa ini? pikirku bingung. Aku segera menyambar tas selempang berwarna hijau cerah bergambar bunga, dan langsung mengunci pintu rumah dan pagar rumah. Berjalan sendiri ke rumah Christine yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar